Walking Maps : http://bit.ly/3ODGk2M

Taman Budaya Tionghoa Indonesia
Taman ini merupakan taman yang dibangun dengan menyuguhkan konsep bernuansa khas etnik Tionghoa. Taman ini berada di sisi timur, diapit oleh Wahana Pemancingan Telaga Mina dan Museum Perangko, Kompleks Taman Mini Indonesia Indah. Pendirian taman ini dimulai sejak tahun 2004, melalui Yayasan harapan Kita yang menyediakan lahan seluas 4,5 hektar kepada masyarakat Tionghoa Indonesia untuk membangun Taman Budaya Tionghoa di TMII. Kemudian pada tanggal 8 November 2006 dimulailah pembangunan Taman ini sekaligus peresmian pintu gerbang oleh ketua Yayasan Harapan Kita, Soeharto.

Dengan adanya Taman Budaya Tionghoa di TMII diharapkan akan menjadi daya tarik sekaligus menjadi salah satu wahana yang dapat memperlihatkan kepada masyarakat luas bahwa suku Tionghoa termasuk sejarah dan budayanya, merupakan bagian integral dalam sejarah dan budaya bangsa Indonesia. Pembangunan taman ini juga memiliki maksud dan tujuan untuk memamerkan artefak, foto-foto, arsitektur, taman, dan lain-lain yang berkaitan dengan eksistensi suku Tionghoa di kepulauan Nusantara ini.

Pembangunan kawasan taman ini didasari oleh keselarasan dan keseimbangan, filosofi paling tua yang dianut kalangan Tionghoa, dengan memadukan unsur yin (im) dan yang (kang), yakni unsur kekerasan (kasar) dan kelembutan (lembut), misalnya ada siang harus ada malam, ada daratan (dataran) harus ada lautan, ada air harus ada api, dan seterusnya. Itulah sebabnya taman ini berupa daratan dan danau buatan di bagian belakang.

Sepasang pilar pintu gerbang, lambing jantan dan betina, menjadi penanda pertama gugus taman. Di depan pintu gerbang terdapat sepasang patung kilin, hewan mirip Singa yang dipercaya sebagai peliharaan para Dewa. Di bagian belakang, tepat di tengah ruang, terdapat batu granit hitam berbentuk bulat sebagai citraan bola dunia. Batu dengan berat lebih dari satu ton itu ditopang penyangga sekaligus sebagai pipa yang dialiri air bertekanan tinggi untuk memutar batu granit bola dunia itu dengan arah putaran sesuai fengsui.

Kompleks taman ini dilengkapi dengan perkampungan kecil Tionghoa (pecinan) lengkap dengan segala pernak-pernik kampong pecinan, termasuk warna merah dan kuning emas yang mendominasi hampir semua kawasan ini berikut bangunan-bangunan berbentuk simetris. Selain itu, terdapat juga fasilitas lain untuk menambah kesan penggambaran secara lengkap kebudayaan Tionghoa Indonesia, seperti gazebo danau, sepasang tiang naga, patung Dewi Bulan, patung Kwan Kong, jembatan batu Sampek Eng Tay, Museum Laksamana Ceng Ho, dan Monumen Perjuangan Laskar Tionghoa dan Jawa Melawan VOC 1740–1743.

https://id.wikipedia.org/wiki/Taman_Budaya_Tionghoa_Indonesia
===

Chinese Indonesians (Indonesian: Orang Tionghoa Indonesia) and colloquially Chindo or just Tionghoa are Indonesians whose ancestors arrived from China at some stage in the last eight centuries.

Chinese people and their Indonesian descendants have lived in the Indonesian archipelago since at least the 13th century. Many came initially as sojourners (temporary residents), intending to return home in their old age. Some, however, stayed in the region as economic migrants. Their population grew rapidly during the colonial period when workers were contracted from their home provinces in Southern China. Discrimination against Chinese Indonesians has occurred since the start of Dutch colonialism in the region, although government policies implemented since 1998 have attempted to redress this. Resentment of ethnic Chinese economic aptitude grew in the 1950s as Native Indonesian merchants felt they could not remain competitive. In some cases, government action propagated the stereotype that ethnic Chinese-owned conglomerates were corrupt. Although the 1997 Asian financial crisis severely disrupted their business activities, reform of government policy and legislation removed a number of political and social restrictions on Chinese Indonesians.

The development of local Chinese society and culture is based upon three pillars: clan associations, ethnic media and Chinese-language schools. These flourished during the period of Chinese nationalism in the final years of China’s Qing dynasty and through the Second Sino-Japanese War; however, differences in the objective of nationalist sentiments brought about a split in the population. One group supported political reforms in China, while others worked towards improved status in local politics. The New Order government (1967–1998) dismantled the pillars of ethnic Chinese identity in favor of assimilation policies as a solution to the so-called “Chinese Problem”.

https://en.wikipedia.org/wiki/Chinese_Indonesians
===

#walkingaround #tmii #tamanmini #tamanminiindonesiaindah #tamanbudaya #tionghoa #tionghoaindonesia

32 Comments

  1. Hadiir dan menyimak brotherku.
    Wahh perjalanan keliling indonesia nih di tmii.. Jdi dket ya dari pulau ke pulau. Gak usah naik pesawat. Hehe.. Salamsehat dan semangat selalu brotherku

  2. Mantap pak anis 👍 Pemimpin cerdas dan bijaksana seperti beliau ini menjadi dambaan sebagian besar rakyat Indonesia, masyaallah

  3. Pemimpin bijaksana bukan untuk partai tapi untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat Indonesia masyaAllah pak Anies

  4. Such a beautiful place to visit, so refreshing and calming nature scenery.. the chirping of the birds around makes it so relaxing… Thanks for taking us along with you…
    Watching from Dubai ❤️

  5. Hmm sampai menit akhir trnyata agak sepi. Mungkin orang byk yg belum tahu. Sy saja baru tahu setelah lihat vlog ini.

  6. Berubah 180 drajat taman mini indonesia sekarang seperti wisata di bali, bahkan lebih keren dari bali, cocok nih buat bule2 turis asing main kesini

  7. Waaah tengkyu min. Bagus banget ini tmii sekarang. Dulu mah semrawut 👍🏼

  8. Suara burungnya bikin berasa di alam, mana pohonannya banyak, keren deh pokoknya, berasa kyk lagi menjelajah 🙂👍🏻

Write A Comment