Goa jepang kaligua merupakan salah satu Gua peninggalan jepang selama masa penjajahan. Gua tersebut dibangun saat pendudukan tentara jepang di Indonesia pada tahun 1942. Menurut keterangan masyarakat sekitar, Gua Jepang  tersebut dibangun oleh masyarakat sekitar Pandansari dengan sistem kerja paksa (romusha). Gua jepang tersebut digunakan sebagai tempat pertahanan tentara jepang saat menduduki daerah Jawa, terutama saat menghadapi tentara Siliwangi. Perlawanan dari berbagai daerahpun melatarbelakangi berdirinya Gua tersebut. Pada akhirnya seluruh tentara jepang meninggalkan Gua tersebut setelah pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia Oleh Ir. Soekarno pada tahun 1945 di Jakarta.

Setelah beberapa tahun dtinggalkan oleh tentara jepang, Gua tidak pernah dijama lagi oleh manusia, dan dibiarkan begitu saja. 

Pendirian gua Jepang tersebut merupakan tempat pertahanan terhadap masyarakat seperti tentara Siliwangi, pada akhir pendudukan tentara jepang di Indonesia. Tenaga kerja yang digunakan adalah masyarakat sekitar yang terdiri atas kaum laki-laki, sedangkan wanita dijadikan sebagai penghibur bagi tentara Jepang. Tidak diketahui secara pasti berapa banyak masyarakat yang membangun gua tersebut, namun dari keterangan masyarakat, bahwa korban tewas dalam pembuatan gua tersebut tidaklah sedikit. Gua jepang tersebut hanya digunakan selama sekitar 3 tahun, sebelun Nagasaki dan Hirosima dihanguskan. Rencana awal pembuatan Gua tersebut untuk basis pertahanan terhadap masyarakat khususnya di Brebes. Namun setelah Jepang diserang Oleh Sekutu, akhirnya gua tersebut digunakan sebagai tempat sementara sebelum akhirnya mereka kembali ke Jepang.
Lokasi Gua tersebut berada di daerah bukit yang ditanami teh yang memilikiketinggian 1.500 – 2.050 m dpl dan Suhu antara 8o – 28o C. kemudian kedalaman Gua tersebut sekitar 30 m diatas permukaan bukit. Akan tetapi dengan jarak seperti itu, rembesan air tetap saja terjadi, sehingga pada beberapa ruangan, terjadi genangan air dan Gua cenderung menjadi becek. Kondisi lantai dan dinding seluruhnya berbahan tanah yang masih alami, hanya beberapa ruangan telah direnovasi dengan penambahan semen yang bertujuan untuk mengurangi rembesan air dari bukit. Zaman dahulu pencahayaan dilakukan dengan menggunakan sinar dari obor yang dipasing di dinding sepanjang lorong Gua. Namun sekarang pencahayaan telah dirubah menggunakan cahaya lampu yang bersumber dari listrik tenaga air,  bersumber dari air di bukit tersebut. Pembangkit listrik tenaga air tersebut mampu mencukupi kebutuhan untuk menerangi seluruh ruangan dalam Gua, dan mampu menggantikan genset yang sebelumnya digunakan. Tinggi gua sekitar 2m dan dibeberapa ruangan dapat mencapai 3 m. namun pada bagian depan pintu Gua ketinggian relative rendah, yaitu sekitar 1,5 m yang bertujuan untuk mempersulit ketika masuk atau keluar gua tersebut, sehingga dapat digunakan sebagai tempat persembunyian. Namun sekaran ketinggian telah ditambah menjadi sekitar 3m, yang bertujuan untuk mempermudah akses keluar masuk para wisatawan.

Gua tersebut terdiri atas beberapa ruangan, antaralain : ruang pusat komando, ruang tahanan, ruang sidang, ruang dapur, ruang senjata, ruang meditasi, ruang klalawar, dan ruang pembantaian/penyiksaan. Seluruh ruangan tersebut memiliki ukuran dan konstruksi yang berbeda. Hal tersebut disesuaikan dengan fungsi dan tujuan ruang itu masing-masing. Ruang pusat komando berfungsi sebagai tempat berkumpulnya dan tempat pemimpi pasukan merencanakan strategi, ukurannya relative besar dan tersembunyi. Ruang tahanan berfungsi untuk tempat penahanan masyarakat atau masyarakat yang melawan, berukuran relative kecil, gelap dan banyak bebatuan besar. Ruang siding berfungsi sebagai tempat tentara jepang melakukan koordinasi dan pemutusan suatu perkara, berukuran relative besar dan mampu ditempati banyak orang serta memiliki dua buah pintu. Ruang dapur berukuran kecil namun cukup tinggi, berfungsi untuk membuat persediaan pangan untuk tentara Jepang. Ruang senjata berukuran kecil namun tinggi dan memiliki satu pintu utama. Ruang meditasi dikhususkan untuk meditasi tentara, berukuran cukup luas dengan ketinggian rendah beralaskan kayu yang kini telah diganti dengan keramik.  Ruang kelalawar dibuat agar kelalawar bersarang di ruang tersebut dan tidak mengganggu ruang lainnya, memiliki permukaan yang cukup tinggi dan terdapat di daerah paling ujung. Kini ruangan kelalawar tidak dibuka untuk umum dengan alasan kebersihan dan keamanan. Dan yang terakhir adalah ruang pembantaian/penyiksaan, memiliki panajang yang cukup serta permukaannya tinggi, kemudian pada samping kiri dan kanan terdapat bak air yang berguna untuk menyiksa romusha, kini ruang tersebut telah direnovasi guna menghilangkan efek negative didalamnya, sebab pada ruang tersebut masih memiliki kejadian magis yang sering ditemui oleh masyarakat.

AloJapan.com